Aku Yakin Bisa
Alunan lagu “BUKAN
CINTA BIASA” yang
dibawakan Afgan dengan suara yang lembut, merdu dan menjiwai lagu tersebut
menemani belajarku di kala malam itu. Aku hanyut dengan lagu kesukaanku itu
sehingga aku tak memperdulikan tawa anak –
anak yang sedang bergurau di luar maupun suara mobil papa yang baru saja
terparkir di garasi. Dengan mendengarkan lagu itu, aku menjadi nyaman, damai,
dan dapat melenyapkan segala penatku selama di sekolah.
Setelah selesai belajar, headset hp masih menempel di kedua
telingaku dan aku masih enjoy mendengarkan lagu dari hpku. Sampai – sampai aku tidak menyadari
kalau mama memanggilku,
“Isabelle,
kamu sudah makan belum sayang?”
Mama mendatangiku dan menepuk bahuku pelan, dari situlah aku
baru sadar dan aku segera melepas salah satu headset yang menempel di kedua
telingaku. Kemudian mama mengulangi pertanyaan yang baru saja beliau katakan
padaku.
“Belle belum
makan ma, Belle nunggu mama dan papa supaya bisa makan bareng”.
Mama mengerutkan dahinya “Lain
kali kalau Isabelle udah laper, makan aja duluan nggak usah nunggu mama maupun
papa nanti kalau sakit maag kamu kambuh lagi gimana? Mama nggak ingin lihat
kamu sakit”.
Aura keibuan mama terpancar dari sikap dan omongan beliau
tadi. Memang 1 tahun yang lalu aku di vonis dokter Kiran, dokter sekaligus
teman kakakku yang memanggilku dengan nama Belle (cara baca: bel) itu kalau aku
sakit maag. Karena itu, mama khawatir kalau aku terlambat makan maupun
kelaparan.
Jam dirumahku berdenting menandakan sekarang sudah pukul
20.00.
“Isabelle
tadi masih dengerin lagu apa sih sayang? Kok nggak merhatiin waktu mama tanya?”
“Oh maaf ma,
tadi Belle masih enak dengarin lagu-lagu dari Afgan dan artis-artis lainnya
gitu deh ma jadinya nggak ngejawab pertanyaan mama”.
“Ngobrolnya
nanti lagi dong, kita kan masih makan jangan banyak bicara nanti bisa tersedak” nasihat papa padaku dan mama.
Setelah itu, suasana kembali hening hanya ada sesekali bunyi
sendok beradu dengan piring.
“Gimana tadi
sekolahnya? Nggak ada masalah kan?”
tanya papa.
“Nggak ada
problem sih, cuman Belle bingung aja. Belle disuruh Bu Isma datang ke rumah
Arum untuk mengajari teman-teman menggantikan Titan yang masih sakit di RS.”
“Kenapa harus
bingung, Belle? Seharusnya kamu senang sudah diberi kepercayaan dari Bu Isma
untuk mengajari teman-teman kamu. Dan papa yakin teman-teman kamu pasti percaya
dan mau menerima kamu sebagai pengganti sementaranya Titan, toh juga dapat
pahala kan!”
“Iya sih pa,
tapi Belle kayaknya nggak sanggup deh, karena kan Belle nggak bisa mengimbangi
pinter dan jeniusnya Titan”.
“Isabelle,
kamu nggak boleh gitu sayang, mereka sudah percaya sama kamu dan kamu nggak
boleh ngecewain mereka semua”
sela mama dalam perbincanganku dengan papa.
“Papa setuju
dengan mama, kamu jangan patah semangat gitu dong. Sesuatu kalau belum dicoba,
belum tahu hasilnya. Jadi, Bel harus nyoba dulu kalau memang terbukti Bel nggak
sanggup baru bilang ke Bu Isma. Oke?”
papa memberi semangat bagiku.
Semalaman aku memikirkan itu, ya aku sudah dipercaya dan aku
tidak boleh melunturi kepercayaan mereka dengan mengecewakan mereka. So, benar
kata papa aku tidak boleh rendah diri dan bilang tidak sanggup sebelum mencoba.
Walaupun aku tidak bisa mengimbangi pandai dan jeniusnya cowok yang bernama
Titan aku bisa meminta bantuan teman-temanku yang pandai lainnya. Aku mantap
dengan apa yang sudah aku pikirkan ini dan kini, aku bisa tertidur lelap. Dan
tak ada lagi seberkas cahaya dalam pandanganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar